Sabtu, 25 Juni 2016

Swastika 卍 (diperbolehkan). 卐 (tidak boleh dipakai) adalah salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu, merupakan contoh nyata tentang sebuah simbol religius yang memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang amat sangat kompleks sehingga hampir mustahil untuk dinyatakan sebagai kreasi atau milik sebuah bangsa atau kepercayaan tertentu karena banyak sekali diketemukan simbol Swastika disetiap penjuru Dunia. 

Swastika diyakini sebagai salah satu simbol tertua di dunia, telah ada sekitar 4000 tahun lalu berdasarkan temuan pada makam di Aladja-hoyuk, di Turki, berbagai variasi Swastika dapat ditemukan pada tinggalan-tinggalan arkeologis koin, keramik, senjata, perhiasan atau pun altar keagamaan yang tersebar pada wilayah geografis yang amat luas. Wilayah geografis tersebut mencakup Turki, Yunani, Kreta, Siprus, Italia, Persia, Mesir, Babilonia, Mesopotamia, India, Tibet, Cina, Jepang, negara-negara Skandinavia dan Slavia, Jerman hingga Amerika.
Kata Swastika terdiri dari kata Su yang berarti baik, kata Asti yang berarti adalah dan akhiran Ka yangmembentuk kata sifat menjadi kata benda. Sehingga lambang Swastika merupakan bentuk simbol atau gambar dari terapan kata Swastyastu dalam agama Budha yang berarti Semoga dalam keadaan baik.

Simbol Swastika dikenal dengan nama yang berbeda disetiap daerah seperti misalnya Tetragam madion di Yunani atau Fylfot di Inggris, menempati posisi penting dalam kepercayaan maupun kebudayaan bangsa-bangsa kuno, seperti bangsa Troya, Het, Kelt serta Teuton. Simbol ini dapat ditemukan pada kuil-kuil Hindu, Jaina dan Buddha maupun gereja-gereja Kristen seperti Gereja St. Sophia di Kiev, Ukrainia, Basilika St. Ambrose, Milan, serta Katedral Amiens, Prancis. mesjid-mesjid Islam di Ishafan, Iran dan Mesjid Taynal, Lebanon serta sinagog Yahudi Ein Gedi di Yudea Israel.
Swastika pernah dan masih mewakili hal-hal yang bersifat luhur dan sakral, terutama bagi pemeluk Hindu, Jaina, Buddha, pemeluk kepercayaan Gallic-Roman yang altar utamanya berhiaskan petir, swastika dan roda, pemeluk kepercayaan Celtic kuno, lambang swastika melambangkan Dewi Api Brigit, pemeluk kepercayaan Slavia kuno swastika melambangkan Dewa Matahari Svarog, maupun bagi orang-orang Indian suku Hopi serta Navajo yang menggunakan simbol tersebut dalam ritual penyembuhan. Jubah Athena serta tubuh Apollo, dewa dan dewi Yunani, juga kerap dihiasi dengan simbol Swastika.
Di pihak yang lain, Swastika juga menempati posisi sekuler sebagai semata-mata motif hiasan arsitektur maupun lambang identitas bisnis, mulai dari perusahaan bir hingga laundry. Bahkan, swastika juga pernah menjadi simbol dari sebuah partai politik saat itu Hitler menggunakannya sebagai perwakilan dari superioritas bangsa Arya. Jutaan orang penghianat Yahudi Jerman tewas di tangan para prajurit yang mengenakan lambang swastika yang “sinistrovere”: miring ke kiri sekitar 45 derajat di lengannya.
Swastika juga banyak mengandung arti, bila searah dengan arah jarum jam berarti mengandung hal - hal yang bersifat atau mengandung kebaikan. sedangkan bila berlawanan dengan arah jarum jam maka merupakan suatu bentuk kejelekan dan banyak digunakan oleh para penyihir - penyihir dizaman dahulu. Swastika yang searah jarum jam juga berarti mengikuti arus aturan dan kebiasaaan kehidupan yang berlaku di masyarakat pada umumnya searah jarum jam sama dengan searah perputaran waktu kehidupan di bumi, sedangkan bila berlawanan dengan arah jarum jam maka merupakan suatu perbuatan yang berlawanan dari segala arus aturan dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat, hal ini bisa berarti baik maupun buruk berlawanan arah jarum jam sama dengan berlawanan arah dengan perputaran waktu bumi atau berlawanan dengan segala hal yang biasa dalam kehidupan pada umumnya, melambangkan Batara Kala yang menakutkan. Contohnya Jika kita hidup di lingkungan yang buruk dan negatif maka merupakan suatu hal yang baik jika kita tidak mengikutinya, sebaliknya jika kita hidup di dalam lingkungan yang baik dan positif namun kita tidak mengindahkannya, berarti perbuatan kita adalah negatif.
Sang Buddha Gautama saat membina diri juga menyadari bahwa pembinaan diri itu harus berlawanan dengan metode pembinaan diri yang berkembang di masanya, yaitu metode pembinaan yang menyiksa diri, sehingga Sang Buddha pun mengubah metode pertapaannya menjadi metode meditasi yang sederhana tanpa menyiksa diri, dan ternyata justru berhasil mencapai tingkat pencerahan sempurna.

0 komentar:

Posting Komentar